Connect with us

News

GPEI Mengancam Mogok, Menolak Revisi UU Pelayaran

Published

on

Pemilik Barang Ekspor Tolak Penghapusan Pasal 110 Ayat (5) dalam RUU Pelayaran

Pemilik barang ekspor yang tergabung dalam Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI) menolak penghapusan pasal 110 ayat (5) dalam draft Revisi RUU Undang-Undang Pelayaran. Pasal ini dianggap penting untuk melindungi kepentingan pemilik barang ekspor dan mencegah terjadinya favoritisme yang merugikan pihak lain.

GPEI dan Asosiasi Terkait Menolak Penghapusan Pasal 110 Ayat (5)

GPEI dan asosiasi terkait telah mengusulkan agar Pasal 110, terutama ayat (1) dan (5), tetap dipertahankan dalam RUU Pelayaran. Usulan ini didasarkan pada Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Pelayaran. Pasal 110 ayat (5) merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam menentukan tarif jasa kepelabuhanan secara adil dan optimal.

Konsekuensi Penghapusan Pasal 110 Ayat (5)

Jika pasal 110 ayat (5) dihapus, akan timbul ekses favoritisme yang hanya menguntungkan anak perusahaan milik BUP (Badan Usaha Pelabuhan) dan merugikan pemilik barang ekspor serta pihak lain di luar anak perusahaan BUP. Keterlibatan asosiasi dalam penentuan tarif jasa kepelabuhanan adalah bentuk partisipasi masyarakat untuk menciptakan kesempatan yang sama dan meningkatkan penyelenggaraan pelayaran secara optimal.

Aksi GPEI Jika Pasal 110 Ayat (5) Dihapus

Jika pemerintah tetap mempertahankan penghapusan pasal 110 ayat (5), GPEI dan asosiasi afiliasinya akan melakukan aksi turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi kepada DPR-RI. Selain itu, GPEI juga akan melakukan upaya hukum atau Judicial Review. GPEI secara tegas menolak penghapusan pasal tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan aspirasi dan kepentingan pemilik barang ekspor.

Draft Awal Pasal 110 Revisi UU Pelayaran

Berikut adalah draft awal pasal 110 dalam Revisi UU No:17/2028 tentang Pelayaran yang diusulkan oleh DPR-RI:

  • Ayat (1): Tarif yang terkait dengan penggunaan perairan dan/atau daratan serta jasa Kepelabuhanan ditetapkan oleh Otoritas Pelabuhan setelah dikonsultasikan dengan Pemerintah.
  • Ayat (2): Tarif jasa Kepelabuhanan yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan ditetapkan oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah.
  • Ayat (3): Tarif jasa Kepelabuhanan bagi Pelabuhan yang diusahakan secara tidak komersial oleh Pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan merupakan penerimaan negara bukan pajak.
  • Ayat (4): Tarif jasa Kepelabuhanan bagi Pelabuhan yang diusahakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan merupakan penerimaan daerah.
  • Ayat (5): Tarif terkait dengan penggunaan perairan dan/atau daratan serta jasa Kepelabuhanan ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyedia jasa dan asosiasi pengguna jasa. Tarif ini mencakup tarif pelayanan jasa kapal kepada asosiasi di bidang kepemilikan kapal dan pelayaran-rakyat, serta tarif pelayanan jasa barang kepada asosiasi di bidang bongkar muat, logistik, ekspor, dan impor.
  • Ayat (6): Penyedia jasa dan asosiasi pengguna jasa Kepelabuhanan ditetapkan oleh Pemerintah.

Respon Pelaku Usaha

Pelaku usaha di pelabuhan menyambut baik draft awal RUU Pelayaran yang mencakup pasal 110. Mereka menganggap pasal ini sesuai dengan harapan dan kebutuhan pelaku usaha dalam penetapan tarif di pelabuhan. Namun, pemerintah berpendapat bahwa ayat (5) pada pasal tersebut tidak perlu dicantumkan dalam Undang-Undang dan cukup dalam Permenhub saja. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku usaha karena dapat memunculkan tarif sewenang-wenang tanpa kontrol dan monopolistik layanan jasa kepelabuhanan oleh BUP.

Pemilik barang ekspor yang tergabung dalam GPEI menolak penghapusan pasal 110 ayat (5) dalam RUU Pelayaran. Mereka menganggap pasal ini penting untuk melindungi kepentingan pemilik barang ekspor dan mencegah terjadinya favoritisme yang merugikan pihak lain. GPEI akan melakukan aksi turun ke jalan dan upaya hukum jika pasal tersebut tetap dihapus. Pelaku usaha di pelabuhan juga menolak penghapusan pasal ini karena dapat memunculkan tarif sewenang-wenang tanpa kontrol.

Advertisement
penghargaan penyedia logistik oleh Detik Logistik

Satria Susanto adalah seorang profesional berpengalaman di bidang logistik, saat ini menjabat sebagai Logistics Operations Manager di PT. Wahana Prestasi Logistik. Dengan latar belakang pendidikan Gelar Sarjana Teknik Industri dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Satria telah menunjukkan kemampuannya dalam mengelola dan mengoptimalkan operasi logistik. Sebelum bergabung dengan PT. Wahana Prestasi Logistik pada Agustus 2017, Satria telah menempati posisi serupa sebagai Operations Manager di Lion Parcel selama lebih dari empat tahun. Pengalamannya yang luas selama hampir satu dekade dalam industri logistik telah membentuknya menjadi seorang ahli dalam mengatur, merencanakan, dan mengimplementasikan strategi operasional yang efisien. Keterampilan Satria dalam mengelola operasi logistik tidak hanya terbatas pada pengetahuan teknis, tetapi juga mencakup kemampuan komunikasi dan koordinasi yang efektif, sangat penting dalam menjaga kelancaran rantai pasokan. Berbasis di Jakarta, Indonesia, Satria telah berhasil memimpin timnya untuk mencapai berbagai target operasional, membuktikan kemampuannya sebagai seorang pemimpin yang efektif dan inovatif dalam industri logistik.

Continue Reading
2 Comments

2 Comments

  1. Tinggi Menara

    October 1, 2024 at 8:51 am

    Pemilik barang ekspor tolak revisi UU Pelayaran. GPEI dan asosiasi terkait menolak penghapusan pasal 110 ayat (5) yang dianggap penting untuk melindungi kepentingan pemilik barang ekspor dan mencegah favoritisme. Aksi turun ke jalan dan upaya hukum akan dilakukan jika pasal ini tetap dihapus. Pelaku usaha di pelabuhan juga menolak penghapusan pasal ini karena dapat memunculkan tarif sewenang-wenang tanpa kontrol. Apakah pemerintah akan mempertimbangkan aspirasi pemilik barang ekspor dan pelaku usaha?

  2. buah lady

    October 1, 2024 at 12:01 pm

    Pemilik barang ekspor dan pelaku usaha di pelabuhan menolak penghapusan pasal 110 ayat (5) dalam RUU Pelayaran. Mereka khawatir akan terjadi favoritisme dan tarif sewenang-wenang tanpa kontrol. GPEI akan melakukan aksi turun ke jalan dan upaya hukum jika pasal ini tetap dihapus. Apakah pemerintah akan mempertimbangkan keberatan mereka?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *