News
ALFI Jabar Menolak Penghapusan Pasal ‘Keramat’ dalam Revisi UU Pelayaran
Pelaku Usaha Logistik di Jabar Menolak Revisi UU Pelayaran
Pasal 110 Ayat (5) Dinilai Penting untuk Mengawal Tarif Jasa Kepelabuhanan
Pelaku usaha logistik yang tergabung dalam Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jawa Barat (Jabar), menyatakan sikap menolak revisi UU No:17/2028 tentang Pelayaran jika revisi beleid itu justru mengakomodir penghapusan pasal 110 ayat (5).
Pasal 110 Ayat (5) Menjaga Marwah dan Eksistensi Unsur Masyarakat dan Pengguna Jasa Pelabuhan
Pasal itu dinilai ‘keramat’ lantaran melalui pasal itulah marwah maupun eksistensi unsur masyarakat dan pengguna jasa pelabuhan (asosiasi) dalam turut mengawal tarif-tarif jasa kepelabuhanan di tanah air.
Revisi UU Pelayaran dan Penghapusan Pasal 110 Ayat (5)
Dalam draft awal yang diusulkan DPR terhadap Revisi UU tersebut, khususnya di Pasal 110 ayat (5), menyebutkan bahwa tarif terkait dengan penggunaan perairan dan/atau daratan serta jasa Kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Pelabuhan, Badan Usaha Pelabuhan, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau Terminal Khusus ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyedia jasa dan asosiasi pengguna jasa:
- a. untuk tarif pelayanan jasa Kapal kepada asosiasi di bidang kepemilikan Kapal dan pelayaran-rakyat; dan
- b. untuk tarif pelayanan jasa barang kepada asosiasi di bidang bongkar muat, asosiasi di bidang logistik, serta asosiasi di bidang ekspor dan impor.
Namun Pemerintah melalui Kemenhub dalam DIM Revisi UU Pelayaran itu justru mengusulkan untuk menghapuskan pasal tersebut.
Sikap ALFI Jawa Barat Menolak Revisi UU Pelayaran
“Kalau pasal tersebut di drop atau dihilangkan, kami ALFI Jabar menyatakan menolak revisi UU tersebut,” ujar Ketua ALFI Jawa Barat, Irfan Hakim, melalui pernyataan sikap resminya yang diterima Logistiknews.id, pada Kamis (29/8/2024).
Sikap ALFI Jawa Barat itu, kata dia, berdasarkan sejumlah pertimbangan.
- Pertama, ALFI Jabar menyadari bahwa Pemerintah berperan penting mengawasi dan mengendalikan harga kebutuhan bahan pokok masyarakat terutama terkait disparitas harganya, termasuk dengan pendukung utamanya mengendalikan biaya logistik.
- Kedua, Penyedia jasa atau BUP yang merupakan public service obligation harus bisa peka, adil dan bijak dalam mengelola industri-nya yang dapat menjaga keseimbangan ekosistem pertumbuhan ekonomi yang merata dan berkeadilan.
- Ketiga, Penetapan tarif jasa kepelabuhanan dan jasa terkait di pelabuhan yang telah berjalan selama ini melalui mekanisme kesepakatan asosiasi, sangat cocok diberlakukan di Indonesia.
- Keempat, mengingat kurang optimalnya peran pengawasan dari Pemerintah dan jika semua penyedia jasa harus Business to Business (B to B) dengan pengguna jasa, belum tentu bisa menjamin ada mekanisme yang berkeadilan.
ALFI juga menginventarisir, setidaknya di Indonesia sekarang ini ada lebih dari 3.200 pelabuhan dengan beragam skala peruntukannya.
“Dengan berbagai alasan itulah, ALFI Jabar menyatakan sikap agar Revisi UU Pelayaran tetap mengakomodir peran asosiasi pengguna jasa terkait di pelabuhan dalam penetapan tarif melalui kesepakatan penyedia dan pengguna jasa sebagaimana yang telah berjalan selama ini. Jika hal itu ditiadakan, kami menolak Revisi UU Pelayaran,” ungkapnya.
Pemerintah Bersikap Netral terkait Revisi UU Pelayaran
Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub Capt Antoni Arif Priadi, menegaskan Pemerintah akan bersikap netral dan berada di tengah dalam menyikapi revisi Undang-Undang No: 17/2008 tentang Pelayaran.
“Makanya stakeholders terkait jangan gamang (khawatir), pemerintah (Kemenhub) berada di tengah dalam hal ini,” ujarnya kepada awak Media saat melantik Pengurus DPP Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (ASDEKI) Masa Bakti Tahun 2003-2028, pada Kamis (29/8/2024).
Dia juga membantah kalau Kemenhub lebih cenderung memihak pada Badan Usaha Pelabuhan (BUP) berkaitan dengan daftar inventarisir masalah (DIM) Revisi UU tersebut. “Kita pastikan Kemenhub netral kok ya,” papar Arif.
Sebelumnya, 5 perwakilan Asosiasi yang terdiri dari Gabungan Perusahaan Ekspor Impor (GPEI), Indonesia National Shipowners Association (INSA), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI), dan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi), bersepakat menolak revisi UU no. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Mereka sudah berkirim surat kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan DPR RI (Komisi V) terkait penolakan tersebut.
Surat itu ditandatangani oleh masing-masing ketua umumnya, yakni Benny Soetrisno (GPEI) Carmelita Hartoto (INSA), Akbar Djohan (ALFI), Juswandi Kristanto (APBMI), dan Capt. Subandi (GINSI) yang juga ditembuskan ke Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia.
Kemudian juga ditembuskan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia, Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Perdagangan Republik Indonesia, dan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.
perilaku manly reno
August 30, 2024 at 2:58 pm
ALFI Jabar menolak penghapusan Pasal ‘Keramat’ dalam revisi UU Pelayaran. Sikap ini didasarkan pada pentingnya pasal tersebut dalam mengawal tarif jasa kepelabuhanan. Pertanyaannya, bagaimana pemerintah akan menanggapi penolakan ini?
Felix Tua
August 30, 2024 at 3:16 pm
ALFI Jabar menolak penghapusan Pasal ‘Keramat’ dalam revisi UU Pelayaran. Sikap ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penetapan tarif jasa kepelabuhanan melalui kesepakatan asosiasi pengguna jasa telah berjalan baik selama ini. Pertanyaannya, apakah revisi UU Pelayaran akan menguntungkan pelaku usaha logistik?
Impian Malam
August 31, 2024 at 11:30 pm
Pelaku usaha logistik di Jawa Barat menolak revisi UU Pelayaran yang menghapus Pasal 110 Ayat (5). Pasal tersebut dianggap penting untuk mengawal tarif jasa kepelabuhanan. Apakah pemerintah akan mempertimbangkan sikap ALFI Jabar dalam revisi UU Pelayaran?
Hobo Lapangan Terbang
September 14, 2024 at 4:48 am
ALFI Jabar menolak penghapusan Pasal ‘Keramat’ dalam revisi UU Pelayaran. Pasal 110 Ayat (5) dinilai penting untuk mengawal tarif jasa kepelabuhanan. Apakah penghapusan pasal ini akan berdampak pada harga kebutuhan bahan pokok masyarakat?
Bun Bun Tweety
September 21, 2024 at 12:06 am
ALFI Jabar menolak penghapusan Pasal ‘Keramat’ dalam Revisi UU Pelayaran. Pelaku usaha logistik di Jabar menolak revisi UU Pelayaran karena Pasal 110 Ayat (5) dinilai penting untuk mengawal tarif jasa kepelabuhanan. Apakah penghapusan pasal tersebut akan berdampak pada keseimbangan ekosistem pertumbuhan ekonomi yang merata dan berkeadilan?
Meg Biskuit
September 21, 2024 at 12:49 am
ALFI Jabar menolak penghapusan Pasal ‘Keramat’ dalam revisi UU Pelayaran. Sikap ALFI Jawa Barat ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penetapan tarif jasa kepelabuhanan melalui kesepakatan asosiasi pengguna jasa telah berjalan dengan baik. Pertanyaannya, apakah revisi UU Pelayaran akan tetap mengakomodir peran asosiasi pengguna jasa?
pengambil darah
September 21, 2024 at 1:03 am
ALFI Jabar menolak penghapusan pasal ‘keramat’ dalam revisi UU Pelayaran. Mereka menganggap pasal 110 ayat (5) penting untuk mengawal tarif jasa kepelabuhanan. Pertanyaannya, apakah pemerintah akan mempertimbangkan sikap ALFI Jabar dalam revisi UU tersebut?
pembunuh boneka wajah
September 21, 2024 at 1:13 am
Pelaku usaha logistik di Jabar menolak revisi UU Pelayaran jika menghapuskan pasal 110 ayat (5). Pasal tersebut penting untuk mengawal tarif jasa kepelabuhanan. Apakah Pemerintah akan mempertimbangkan sikap ALFI Jabar dalam revisi UU tersebut?