News
Truk Pengangkut Pangan, harus Mematuhi ‘Logistik Halal’
Penyimpanan dan Pendistribusian Produk Halal di Indonesia Belum Optimal
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) menyebutkan kegiatan jasa penyimpanan (cold storage), pengemasan hingga pendistribusian produk makanan dan minuman atau pangan, belum optimal dalam mematuhi kewajiban sertifikasi halal.
Kategori Jasa yang Belum Mematuhi Sertifikasi Halal
Kategori itu meliputi jasa penyimpanan atau Cold Storage dan Pergudangan, Jasa Pengemasan Produk untuk makanan dan minuman (bukan produk repacking) untuk Produk Makanan dan Minuman.
Jasa Pendistribusian yang Belum Mematuhi Sertifikasi Halal
Adapun untuk jasa pendistribusian, meliputi kontainer untuk produk makanan dan minuman, forwarder untuk komoditi makanan dan minuman, Transporter (trucking), Shipping, Air Cargo, Train Cargo, dan Jasa Kurir/Pengantaran Produk Makanan dan Minuman.
Sertifikasi Halal untuk Komoditi Makanan dan Minuman
Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI), Muti Arintawati, mengemukakan sertifikasi halal untuk penanganan komoditi makanan dan minuman tetap berlaku pada Oktober tahun ini. Adapun untuk kosmetika, obat-obatan, kewajibannya mengikuti penahapan produknya.
“Termasuk juga truckingnya selaku transporter yang menangani produk makanan dan minuman,” ujar Muti, kepada Detik Logistik, pada Senin (2/9/2024).
Protes Pelaku Usaha Truk Logistik terhadap Biaya Sertifikasi Halal Logistik
Sebelumnya, kalangan Pelaku usaha truk logistik yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Truk Indonenesia (APTRINDO), keberatan atas sejumlah biaya-biaya yang muncul dalam kepengurusan comply sertifikasi ‘Halal Logistik’.
Ketua Umum DPP Aptrindo, Gemilang Tarigan mengemukakan, banyak perusahaan trucking anggotanya yang justru mengeluhkan beban biaya tersebut, padahal sertifikasi halal logistik merupakan regulasi yang dimandatorikan oleh Pemerintah.
“Kami menerima laporan banyak anggota kami yang keberatan karena biaya pengurusan sertifikasi halal logistik cukup mahal hingga jutaan rupiah. Karena itu, kami mendesak agar biaya-biaya semacam itu ditiadakan atau digratiskan supaya program sertifikasi halal termasuk untuk perusahaan truk logistik sebagai jasa kegiatan pengangkutan dan pendistribusian-nya bisa mensupport,” ujar Gemilang Tarigan kepada Detik Logistik.
Dia menyatakan hal itu mengingat semakin dekatnya sertifikasi logistik halal yang akan berlaku mulai 17 Oktober 2024.
Lantaran, imbuhnya, kini sertifikasi terkait logistik halal itu tidak hanya bagi perusahaan penyedia jasa terkait logistik (yang berhubungan dengan distribusinya), namun juga bagi perusahaan manufaktur/ pengolahan, ritel, restoran, dan lain-lain.
“Pengusaha truk telah banyak terbebani dengan kewajiban sertifikasi, sebut saja sertifikasi kompetensi Pemengudi, Sertifikasi Sistem Manajemen Keaelamatan Keselamatan (SMK) dan lain-lain. Nah, makanya kami sangat keberatan kalau perusahaan truk dibebani lagi biaya untuk sertifikasi halal logistik. Kalau gratis oke,” ungkap Gemilang.