Connect with us

News

Revisi UU Pelayaran, Menguji Kekuatan & Peran Asosiasi di Pelabuhan

Published

on

aerial photography of tanker ship

Pelaku Usaha di Pelabuhan Resah Terkait Rencana Revisi UU Pelayaran

Potensi Monopolistik Layanan dan Tarif yang Tidak Terkontrol Mengkhawatirkan

Pelaku usaha di pelabuhan di Indonesia merasa resah dengan potensi terjadinya monopolistik layanan oleh badan usaha pelabuhan (BUP) serta tarif yang tidak terkontrol. Hal ini dapat terjadi jika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran tanpa mempertimbangkan masukan dari pelaku usaha atau asosiasi terkait di sektor logistik, bongkar muat, pelayaran, dan pemilik barang.

Pemerintah dan BUP Berencana Menghapus Ketentuan Pasal 110

Biang keladinya adalah adanya rencana Pemerintah dan BUP untuk menghapus ketentuan Pasal 110, khususnya ayat (1) dan (5) pada Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Pelayaran tersebut.

Ketentuan Tarif dalam Draft Awal RUU Pelayaran

  • Pasal 110 ayat (1): Tarif terkait dengan penggunaan perairan dan/atau daratan serta jasa Kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan dan ditetapkan oleh Otoritas Pelabuhan setelah dikonsultasikan dengan Pemerintah.
  • Pasal 110 ayat (2): Tarif jasa Kepelabuhanan yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan ditetapkan oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah dan merupakan pendapatan Badan Usaha Pelabuhan.
  • Pasal 110 ayat (3): Tarif jasa Kepelabuhanan bagi Pelabuhan yang diusahakan secara tidak komersial oleh Pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan merupakan penerimaan negara bukan pajak.
  • Pasal 110 ayat (4): Tarif jasa Kepelabuhanan bagi Pelabuhan yang diusahakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan merupakan penerimaan daerah.
  • Pasal 110 ayat (5): Tarif terkait dengan penggunaan perairan dan/atau daratan serta jasa Kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Pelabuhan, Badan Usaha Pelabuhan, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau Terminal Khusus ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyedia jasa dan asosiasi pengguna jasa. a. untuk tarif pelayanan jasa Kapal kepada asosiasi di bidang kepemilikan Kapal dan pelayaran-rakyat; dan b. untuk tarif pelayanan jasa barang kepada asosiasi di bidang bongkar muat, asosiasi di bidang logistik, serta asosiasi di bidang ekspor dan impor.
  • Pasal 110 ayat (6): Penyedia jasa dan asosiasi pengguna jasa Kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Pemerintah.

Reaksi Pelaku Usaha terhadap Rencana Revisi UU Pelayaran

Kalangan pelaku usaha di pelabuhan awalnya merasa puas dengan draft awal RUU Pelayaran yang mencakup pasal 110 tersebut. Namun, dalam kesempatan penyampaian pendapat, Pemerintah dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berpendapat bahwa ayat (5) pada pasal tersebut tidak perlu dicantumkan dalam Undang-Undang dan cukup dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) saja. Hal ini menimbulkan kebingungan dan ketidaksetujuan dari pelaku usaha.

Para asosiasi pelaku usaha di sektor pelabuhan secara tegas menolak rencana revisi UU Pelayaran No.17/2028 tersebut. Mereka khawatir bahwa jika tarif layanan jasa kepelabuhan tidak lagi melibatkan kesepakatan asosiasi pengguna jasa, maka berpotensi muncul tarif sewenang-wenang tanpa kontrol dan monopolistik layanan jasa kepelabuhan oleh BUP.

Asosiasi Logistik dan Forwarding Indonesia (ALFI) DKI Jakarta menegaskan penolakan mereka terhadap revisi undang-undang tersebut, terutama mengenai rencana pemerintah untuk menghapus ketentuan Pasal 110 Ayat (1) dan (5) pada Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU tersebut. Mereka berpendapat bahwa kebijakan tersebut dapat berdampak pada kenaikan tarif logistik yang tidak terkendali dan mengancam daya saing produk Indonesia di pasar global.

ALFI DKI Jakarta juga menekankan pentingnya peran asosiasi sebagai alat kontrol dan pengawas terhadap tarif kepelabuhanan. Jika asosiasi tidak diberikan peran dalam penetapan tarif, maka tidak ada yang dapat mengontrol dan mengawasi BUP pelabuhan yang membuat tarif sendiri tanpa pengawasan.

Sekjen Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Toto Dirgantoro, juga menolak rencana revisi UU Pelayaran karena tidak mengakomodir usulan pelaku usaha. Mereka siap melakukan aksi demo jika revisi tersebut tetap dipaksakan.

Advertisement
penghargaan penyedia logistik oleh Detik Logistik

Para asosiasi berharap agar Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, lebih peka terhadap masalah ini dan tidak meninggalkan kegaduhan di masa depan.

Tim Editorial DetikLogistik adalah kolektif para profesional berpengalaman yang secara kolektif memiliki lebih dari 100 tahun pengalaman dalam industri logistik dan bisnis. Dengan Erika V. dan S. Susanto sebagai anggota kunci, tim ini diperkaya dengan keahlian dalam berbagai segmen logistik, termasuk manajemen rantai pasokan dan keuangan. Bergabung dengan mereka adalah Andi B., Dian P., Rini H., dan Budi K., yang masing-masing membawa keahlian dan perspektif lokal yang kuat ke dalam campuran. Mereka bersama-sama menyediakan wawasan berharga terhadap tantangan dan peluang yang muncul dalam industri logistik. Tim ini berdedikasi untuk menyediakan informasi berkualitas tinggi dan solusi praktis yang akan membantu Anda dalam mengelola operasi logistik dan memajukan bisnis Anda. Dengan latar belakang yang beragam dan keahlian yang mendalam, Tim Editorial DetikLogistik berkomitmen untuk menjadi mitra terpercaya Anda dalam navigasi dinamika pasar logistik yang terus berubah.

Continue Reading
3 Comments

3 Comments

  1. burung phoenix sparrow

    October 2, 2024 at 8:35 am

    Revisi UU Pelayaran, Mengancam Pelaku Usaha di Pelabuhan

    Rencana revisi Undang-Undang Pelayaran menuai kekhawatiran dari pelaku usaha di pelabuhan Indonesia. Mereka khawatir akan terjadi layanan monopolistik dan tarif yang tidak terkontrol jika revisi ini disahkan tanpa mempertimbangkan masukan dari asosiasi terkait. Bagaimana pemerintah merespon kekhawatiran ini?

  2. muzzie saku

    October 4, 2024 at 7:03 pm

    Pelaku usaha di pelabuhan di Indonesia merasa resah dengan potensi terjadinya monopolistik layanan oleh badan usaha pelabuhan (BUP) serta tarif yang tidak terkontrol. Mereka menolak rencana revisi UU Pelayaran No.17/2028 tersebut dan berharap agar Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, lebih peka terhadap masalah ini.

  3. Jack Cassidy

    October 6, 2024 at 5:06 am

    Pelaku usaha di pelabuhan merasa resah dengan rencana revisi UU Pelayaran yang dapat mengakibatkan tarif yang tidak terkontrol dan potensi monopolistik layanan oleh BUP. Mereka menolak penghapusan ketentuan Pasal 110 yang dapat mengancam daya saing produk Indonesia di pasar global. Apakah pemerintah akan mempertimbangkan masukan dari pelaku usaha dan asosiasi terkait?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *